( SHALAT ) HAKIKAT MIRAJ MUSLIM DIDALAM SHALAT

Shalat dalam satu riwayat Hadis dikatakan sebagai mi'rajul mu'minin (Hadist Riwayat Bukhari) yakni Mi'raj orang yang beriman. Shalat, dilukiskan sebagai mi'raj seorang mukmin, dalam analogi dengan Mi'raj Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang menghadap Allah Subhanahu wa Ta'ala secara langsung di Sidrat al­Muntaha. Sebagai orang yang senantiasa melaksanakan ibadah shalat, sudahkah kita Mi'raj! Kapan kita menciptakan kondisi berdialog dengan Tuhan kita. Ataukah shalat kita hanya sebuah gerak-gerik ucapan bibir, ketika kita mengucapkan lafaz-lafaz ucapan shalat, tanpa mengerti, memahami dan meng­hayatinya, padahal semua lafaz itu adalah dialog kita kepada Tuhan, sehingga mungkinkah akan tercipta dialog suci itu bila pengertian, pemahaman dan peng­hayatan tidak ada pada diri kita.

Kita menyingkap mi'raj itu tidak mudah, tetapi memerlukan perjuangan, latihan dan waktu yang panjang. Dari usaha kita memahami tuntutan ibadah shalat, upaya kita mengerti, memahami dan menghayati ucapan shalat dan usaha-usaha lain yang sifatnya rohaniyah. PenghayatBan terhadap takbir, tasbih dan tahmid, membesarkan Allah dan perintah-Nya dalam Quran dan Sunnah, lalu membawa perbaikan didalam kehidupan sesuai Nabi dan Shahabatnya adalah pertanda faidah shalat nampak dalam kehidupan.

Mustahil Shalat seorang hamba dalam keadaan ingkar, melakukan perbuatan maksiat dan mempelopori maksiat. Dan menganggap perintah Allah sebagai sesuatu yang sepele dan remeh, dalam artian takbirnya bagai tidak membawa hasil. Tahmidnya membawa rasa syukur mendalam, makin tidak enak berbuat dosa, semakin banyak bertaubat, maka tidak heran Rasulullah SAW beristighfar 100-70 kali sehari karena keagungan Allah dalam penghayatan takbirnya begitu luar biasa.

Bagi para shahabat Nabi, dalam menghayati takbir shalatnya sampai-sampai tidak merasakan anak panah dicabut dalam tubuhnya, mencapai tingkatan ini shalat haruslah ditempatkan sebagai sarana melatih membesarkan Allah SWT, maka tidak ada tempat bagi kehidupan kecuali sejalan dengan Quran dan Sunnah. Dan puncak keimanan sejatinya, membawa ia mengajak manusia kepada Tauhid siapapun agar tunduk kepada Allah dan Rosulnya, seperti para manusia termulia disisi Allah, kelas Nabi dan Rosul, terus memperbaiki diri, senantiasa beristighfar khawatir kalau ada dosa, ini dampak penghayatan takbir yang sebenarnya, kelak dihari kiamat takbir ini menunjukkan eksistensinya, betapa para pendosa ditunjukkan akan kedahsyatan mempertanggung jawabkan dosa dan kesalahan dihadapan Allah SWT sendiri-sendiri, beruntunglah mereka yang cinta sejati dalam iman dan Islam.

Peristiwa Isra' Mi'raj terjadi setahun sebelum Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam hijrah dari Makkah ke Madinah, tepatnya pada tanggal 27 Rajab tahun ke-12 Kenabian (Setelah mene­rima misi sebagai Rasul). Isra'dan Mi'raj adalah suatu perjalanan suci Ilahiyah yang tiada bandingannya, yang hanya berlaku satu kali dalam sejarah kemanusiaan, suatu Peristiwa yang berhak dibanggakan, dikagumi, diagungkan dan di­anggap suci, yang menjadi mukjizat dan lambang kebesaran dan kehormatan bagi Nabi Rasul Islam, Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.

Isra' itu, Allah, Tuhan sekalian alam memperjalankan hamba-Nya, yaitu Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam di malam hari dari Al-Masjidil Haram yang berada di Makkah, menuju Al-Masjidil Aqsha di Palestina. Sedangkan Mi'raj itu, Allah yang maha kuasa mem­perjalankan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam (naik) dari Al-­Masjidil Aqsha menuju Sidratal-Muntaha, yaitu tempat paling tinggi, yang di atasnya tidak ada sesuatu lagi, dan di dekatnya jannatul Ma'waa, taman tempat tinggal, surga yang paling indah. Disanalah Nabi diterima menghadap Tuhannya.

Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam diterima menghadap Tuhan Dzat-Nya yang Maha Agung, sebagai penghormatan terakhir Nabi diterima audience dengan hijab, dan kemudian diberikan amanah untuk segala makhluk yaitu shalat. Karena itu membicarakan Isra' Mi'raj, maka shalat merupakan fokus perhatian utama dari sekian banyak masalah yang terkandung dalam peristiwa penting ini. Shalat itu amanah, sebagai ibadah wajib untuk me­lakukan komunikasi yang tertib dan teratur lima kali dalam sehari semalam dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Dari keterangan di atas, kita menyaksikan betapa Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam memiliki suatu kesempatan berdialog dengan Tuhannya. Dialog suci sewaktu menghadap Tuhan itu adalah suatu peristiwa penting yang menjadi inti perjalanan suci Ilahiyah, untuk menerima shalat lima waktu dalam sehari semalam.

Dalam Sahalat terjadi dialog antara hamba denganTuhannya, merupakan karunia yang paling besar, di antara semua karunia yang diberikan kepada makhluk-Nya di bumi, kita tidak dapat mengukur karunia tersebut menurut ukuran dunia, pengalaman itu rupanya dimiliki Muhammad Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.

Namun demikian, Allah akan memberikan karunia semacam ini, meskipun dalam bentuk yang lain kepada umat yang beriman. Kita akan merasakan situasi dialog, antara kita sebagai hamba dengan Tuhan sarwa sekalian alam yaitu lewat ibadah shalat kita. Karena shalat, adalah tempat kita berdialog, beromong dan berbisik dengan Tuhan. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

Sesungguhnya seseorang kamu apabila dia berdiri waktu shalat ia berbicara dengan Tuhannya atau Tuhan ada antara dia dengan kiblat.

By Ustadz Yusuf Mansur
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

0 comments